migasnet01_pratam8004.blogspot.com

Kamis, 07 Januari 2010

sinar-rambang penghasil minyak dan gas yang tetap gelap

Bliip,… belum tengah malam dan matilah seluruh penerangan listrik di rumah-rumah penduduk. Biasanya, seperti Cinderella yang ketakutan kereta kencananya berubah menjadi labu, masyarakat lekas memadamkan penerangannya saban pukul 11.00 malam. Hanya satu lagi benderang persis di pinggir dusun, pemilik tunggal cahaya-cahaya itu adalah Joint Operation Body Pertamina-SEAUNION Energy (limau) ltd**. Sebuah instalasi Stasiun Pengumpul (minyak) no. 5 dan Stasiun Injeksi Air, wilayah Limau, selanjutnya sebut saja SP-5.


Maklum di desa tersebut –Desa Persiapan Sinar Rambang Kecamatan Rambang Kapak Tengah Kota Prabumulih–, memang belum kebagian rezeki listrik dari perusahaan listrik negara (PLN). Mereka terpaksa membeli genset sendiri (3000-an Watt) secara berkelompok (rata-rata 10 rumah). Setiap rumah dikutip iuran per bulan secara beragam, mulai dari Rp. 20.000,- sampai 20 liter solar per bulan.


Jalan yang membelah desa akan bercabang pendek sebelum mengantarkan ke muka gerbang SP-5. Percabangan yang gagal membentuk abjad Y tersebut berhenti pada sumur migas no. T 51. Sebuah sumur minyak di tengah desa, itulah pertanda betapa kaya desa Sinar Rambang. Bukan hanya satu itu, di belakang, dekat pemandian umum ada dua lagi sumur minyak dan gas. Dalam radius sedikit lebih jauh, di sekitar desa tersebar masih banyak lagi.

Di tengah desa, di kiri dan kanan jalan barisan pipa besar dan kecil yang menjadi lalu lintas minyak maupun gas berbaring seperi pagar bagi masing-masing pekarangan masyarakat, dimana kambing peliharaan masyarakat sepertinya merasa betah berbaring di sekitarnya akibat hangat dari pipa yang panas. Tapi kambing berkulit tebal, bukan? Bagaimana jika kulit mulus bocah yang bermain disana, tidakkah itu berbahaya. Barisan pipa tersebut berderet dengan diam. Jika menghadap kearah SP-5 mereka ada 17 pipa disebelah kiri dan 11 pipa dikanan. Itu yang berada di permukaan tanah, entah yang tertanam.


Sinar Rambang itu demikian kaya, dikarunia entah berapa bagian dari total produksi minyak mentah Pertamina DOH (Daerah Operasi Hilir) III Sumbagsel yang 14-16 ribu barel per hari. Lalu apa yang didapat masyarakat desa Sinar Rambang yang telah ada sejak tahun 1948 dengan keberadaan SP-5 sejak tahun 1958-an tersebut. Syukurlah, ada dua masyarakat dari kurang lebih 250 Kepala Keluarga yang dipekerjakan sebagai tenaga di unit security, dan masyarakat pun banyak numpang menjemur pakaian jika hujan atau malam hari di panas boiler yang ada di SP-5.


Barangkali, tidak terlalu sulit untuk memastikan bahwa tidak ada kontribusi baik Pertamina, Husky, maupun Husky yang berganti nama Seaunion, yang menguasai wilayah kerja pertambangan tersebut. Desa sinar Rambang yang telah membuat kaya pertamina dan negara hanya dibelah dengan jalan tanah yang merah, berdebu di kemarau dan lengket pada saat penghujan. Alih-alih, ada sekitar sekitar agustus 2003 jalan tanah tersebut telah dilapisi batu pecah. Karena mobilisasi keluhan masyarakat akibat pencemaran sungai air hidup sebagaimana masyarakat sinar Rambang atau Selingsingan dalam penamaan masyarakat desa Baru Rambang dihilirnya.


Dua nama untuk satu sumber mata air tersebut adalah sumber air utama bagi masyarakat desa Sinar Rambang, Talang Air Keruh dan sumber perekonomian perairan bagi masyarakat Desa Baru Rambang. Nama air hidup diberikan sesuai dengan sifat sumber air yang tidak pernah kering sekalipun kemarau panjang, di desa Sinar Rambanglah sungai ini berhulu. Sementara ada dua versi mengenai asal-usul mengapa masyarakat Baru Rambang menamakannya selingsingan. Versi pertama menyebutkan, konon di atas sungai kecil tersebut banyak tumbuh tanaman selingsing yang morfologinya mirip dengan teratai, berdaun lebar terapung di air dan berbunga dengan banyak variasi warna. Menurut versi kedua, dahulu di tepian daerah aliran sungai tersebut banyak siring-siring (parit) yang berfungsi sebagai penyalur air bagi tebat, tambak dan sawah-sawah masyarakat. Kedua versi penamaan selingsingan tersebut saat ini hanya menjadi cerita, sebab baik tanaman selingsing maupun siring-siring sudah punah ditumpahi tumpahan minyak mentah dan limbah ikutan lainnya akibat aktivitas ketiga nama perusahaan yang bergiliran mengelola wilayah SP-5 tersebut. (*)

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]



<< Beranda