migasnet01_pratam8004.blogspot.com

Jumat, 15 Januari 2010

Rizal Ramli: Indonesia Belum Perlu Perdagangan Bebas

* Nasional
o Politik
o Hukum
o Daerah
o Pendidikan
o Index
* Metro
o Jakarta
o Kriminal
o Kota
o Layanan Publik
o Index
* Bisnis
o Perbankan & Keuangan
o Saham
o Wirausaha
o Bisnis
o Profil Bisnis
o Index
* Olahraga
o Sepak Bola
o Bulutangkis & Tenis
o Basket
o Formula-1
o Lain-lain
o Bintang
o Index
* Teknologi
o Iptek
o Digital
o Sains
o Tips
o Uji Produk
o Index
* Gaya Hidup
o Kuliner
o Kesehatan
o Perjalanan
o Hobi
o Buku
o Kecantikan
o Index
* Internasional
o Amerika
o Timur Tengah
o Eropa
o Asia
o Afrika
o Australia
o Luar Negeri
o Ooops!
o Index
* Seni & Hiburan
o Film
o Musik
o Panggung
o Seni!
o Index
* Selebritas
o Gossip
o Profil
o Wawancara
o Index
* Otomotif
o Test Drive
o Modifikasi
o Berita Oto
o Index

Besar Kecil Normal

Rizal Ramli: Indonesia Belum Perlu Perdagangan Bebas

Kamis, 14 Januari 2010 | 16:38 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta -Ekonom ECONIT Advisory Group, Rizal Ramli berpendapat dengan kondisi infrastruktur yang belum memadai, saat ini Indonesia lebih memerlukan perdagangan yang adil (fair trade) ketimbang perdagangan bebas (free trade).

Tak memadainya infrastruktur Indonesia bisa terlihat dari harga barang Indonesia yang jauh lebih mahal dari barang ekspor asal Cina untuk jenis yang sama. Akibatnya, selisih harga produsen dan retail mencapai 30 persen.

"Indonesia tak perlu free trade, tapi perlu fair trade," ujarnya dalam diskui Economic Outlook 2010, Kamis (14/1). Bila Indonesia harus bersaing dengan Cina, Rizal pesimistis persaingan akan dimenangkan Indonesia. "Neraca perdagangan Indonesia terus defisit dan dengan free trade akan lebih besar lagi."

Pada Januari-Oktober 2009, neraca perdagangan Indonesia-Cina turun menjadi US$ 1,96 miliar karena pengaruh penurunan perdagangan non migas sebesar US$ 3,91 miliar.

Neraca tahun 2008 turun lebih dalam US$ 3,61 miliar karena penurunan tajam di perdagangan non migas sebesar US$ 7,16 miliar. Sementara neraca tahun 2007 naik US$ 1,12 miliar dengan penurunan neraca perdagangan non migas sebesar US$ 1,29 miliar.

Cina, lanjut dia, telah mempersiapkan perdagangan bebas sejak 10-15 tahun yang lalu. Pemerintah negeri tirai bambu itu membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung industri dalam negeri dan ekspor.

Rizal mencontohkan industri dan pertanian Cina lebih kompetitif karena sebagian besar input dan bahan baku berasal dari dalam negeri. Agar biaya masuk lebih rendah, Cina juga membangun industri komponennya.

Upaya itu kemudian disokong oleh tingkat suku bunga murah dan pelemahan mata uang. Tujuannya, pengusaha lebih kompetitif dan harga barang Cina di luar negeri lebih murah.

Sementara di Indonesia, nilai tukar rupiah sudah terlalu kuat karena arus uang panas yang melemahkan dollar Amerika Serikat. "Ini merugikan industri," ucapnya. Menurut Rizal, bila pemerintah ingin mengembangkan sektor industri dan pertanian maka nilai tukar rupiah belum waktunya menguat.

Sejak 1 Januari 2010, Indonesia membuka perdagangan bebas dengan ASEAN dan Cina. Namun pembukaan ini menimbulkan kekhawatiran para pelaku industri, terutama manufaktur dan baja.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengaku pemerintah telah mengirimkan notifikasi kepada ASEAN untuk menegosiasikan sekitar dua ratusan pos tarif. Tahun ini Indonesia juga akan membuka perdagangan bebas dengan India, Selandia Baru, dan Australia.

RIEKA RAHADIANA


http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/01/14/brk,20100114-219211,id.html

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]



<< Beranda